Sabtu, 29 Maret 2014

Banjir di Jakarta ( Menggunakan metode berfikir Induktif)

     Kemacetan di Jakarta bukanlah hal yang tabu lagi. Setiap tahun Jakarta selalu di landa banjir, banjir pun telah mengakibatkan kerugian hampir Rp 20 triliun , Faktanya adalah banjir telah menyebabkan kerugian hingga Rp 20 triliun. Sementara pengusaha, melalui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, mengklaim terjadinya kerugian ekonomi lebih dari Rp 1 triliun. Selain itu Rp 1 miliar harus dikeluarkan untuk menyiapkan kebutuhan pengungsi. Perusahaan Listrik Negara juga memiliki taksiran kerugian 116 miliar akibat terganggunya fungsi pembangkit dan peralatan distribusi dan transmisi yang mengalami kerusakan akibat tergenang air. Selain secara ekonomi, banjir juga menelan 20 korban jiwa dan 33.500 orang terpaksa mengungsi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Jakarta_2013)
     Sungai atau saluran irigasi tidak berfungsi sebagai mana mestinya bisa disebabkan karena tumpukan sampah disungai, atau penggunaan sebagaian ruas sungai sebagai area hunian. Pendangkalan atau pengecilan ukuran sungai, proses pengerukan dengan alat berat seperti excavator embutuhkan lahan kosong dipinggir sungai sebagai jalan alat berat, jadi pengerukan formalnya normalisasi sungai akan mengalami kesulitan. Pintu air yang tidak berfungsi dengan baik yang buatan manusia pasti rusak dan untuk membuat yang terbagus maka memerlukan waktu dan teknologi terbaik. Pembagian area banjir untuk mengantisipasi wilayah ring 1 agar tidak kebanjiranm misal istana negara dengan begini sebagaian debit banjir yang harus dipindahkan dan ditanggung daerah lain.
     Lalu Budaya masyarakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan, bisa dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di Jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau menyegarkan telah berubah menjadi air hitam pekat. Banyaknya pembangunan gedung jalan rumah dan bangunan lainnya membuat tertutupnya sebagaian permukaan bumi khususnya jakarta sehingga air hujan menyerap kedalam perut bumi harus mengalir langsung di permukaan . Penebangan pohon atau berkurangnya area tanaman hijau yang menaggu keseimbangan alam.Dan normalisasi pantai telah memakan sebagaian tempat yang sebelumnya digunakan menampung air laut, area yang dinormalisasi bisa jadi bagus karena direncanakan sebaik mungkin, namun imbasnya pada wilayah lain bisa tenggelam karena muka air laut naik sedangkan dearatan terus mengalami erosi akibat gepuran ombak laut, Dengan faktor dan penyebab banjir itulah maka tidak heran jika Jakarta yang menjadi ibukota Negara Indonesia menjadi rawan sekali banjir




   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar