Selasa, 24 Desember 2013

PELINDUNG KEGELAPAN

Semasa kecilku Ibu selalu berkisah tentang hantu perempuan yang menghuni loteng rumah kami. Dulu aku ketakutan setengah mati sehingga kusembunyikan kepalaku di balik bantal bila malam tiba. Meski begitu, tidak ada yang lebih menggelitik fantasiku selain cerita misteri.

Aku selalu menganggap diriku detektif cilik dengan rasa ingin tahu berlebih. Malam hari yang kerap diwarnai bunyi-bunyian gaduh dari arah loteng mengundang jiwa penyelidikku. Sebenarnya bunyi itu hanyalah tikus yang berlari-larian, namun masa kecil membuka ruang imajinasi tak berujung. Aku berkhayal di sana ada harta karun tersembunyi dalam peti. Untuk membukanya kita harus terlebih dahulu melawan penjaganya, yakni seekor laba-laba raksasa yang membungkus tubuh korbannya dengan jaring sebelum menyantapnya. Ruangan itu begitu gelap, namun begitu menyalakan lilin kau akan melihat mayat-mayat manusia tergantung kaku.

Siang dan malam kucoba mengintip loteng rumahku, namun Ibu selalu menguncinya. Aku senantiasa berharap, saat kutempelkan telingaku di pintu loteng yang tertutup, aku akan mendengar teriakan seorang anak. Ia adalah putri perompak yang disekap musuh-musuh ayahnya. Jika anak itu kutemukan, ia akan menunjukkan padaku rahasia harta karun terbesar abad ini.

Rupanya daya khayalku yang terlalu tinggi membuatku tak bergairah melakukan apa pun selain memikirkan rahasia di balik pintu itu. Kalaupun kucoretkan krayon pada buku gambarku, yang kugambar adalah loteng kelam dengan harta karun bersinar-sinar di dalamnya. Di lain waktu, kugambar ular raksasa yang melingkar-lingkar dan siap menerkam mangsanya. Berbagai versi isi loteng itu telah kureka, sampai akhirnya ibuku bercerita tentang apa yang menurutnya benar ada di dalamnya.

Ia, rahasia terbesar loteng rumahku, adalah hantu perempuan berambut panjang terurai yang selalu duduk di depan alat pemintal. Wajahnya penuh guratan merah kecokelatan, seperti luka yang mengering setelah dicakar habis-habisan oleh macan. Bola matanya berwarna merah seperti kobaran api. Bila ia membuka mulutnya, kau akan melihat taring-taring yang panjang. Ia begitu khusyuk di depan pemintal itu karena ia tengah membuat selimut untuk kekasihnya. Ia telah jatuh cinta pada seorang laki-laki, manusia biasa yang suka berburu di tengah hutan.

Hantu itu mampu berubah wujud di siang hari, saat ia ingin berbaur dengan manusia. Ia bisa menjadi apa saja dari perempuan, laki-laki, anak kecil, sampai seorang tua renta. Tatkala melihat si pemburu, hantu perempuan itu mengubah wujudnya menjadi seorang gadis jelita. Lelaki itu terpesona. Mereka lantas bertemu di padang ilalang keemasan demi sekadar berbagi cerita. Lelaki itu tak tahu bahwa setiap kali si perempuan hadir, burung-burung beterbangan tak tentu arah; siput dan binatang-binatang kecil mulai gelisah. Dibandingkan manusia, indera binatang memang lebih terasah.

Suatu hari, lelaki itu pamit untuk pergi beberapa lama. Ia ingin menjelajahi hutan di seluruh pelosok negeri demi mencari singa berbulu emas. Singa itu, konon, merupakan harta tak ternilai yang menjadikan pemiliknya kaya raya. Hantu perempuan sedih tak terkira, tapi ia tahu dengan berat hati harus direlakannya sang kekasih. Sebelum si lelaki memulai petualangannya, mereka berjanji bertemu di hutan.

Sore itu cahaya matahari mirip neon yang meredup. Lelaki pemburu bersandar di bawah pohon bersama kekasihnya, bicara tentang mimpi-mimpi indah yang akan terwujud setelah pencarian singa berbulu emas itu berakhir. Mari jadi istriku dan hiduplah kita di tepi sungai. Rumah kita kecil, tapi setiap saat terdengar gemercik air dan derai tawa anak-anak. Si hantu perempuan begitu terbuai mendengarnya. Ia tidak menyadari bahwa malam mulai mengancam. Pohon-pohon kekar menghitam dipagut awan gelap. Anjing-anjing mulai melolong, menyadari adanya makhluk gaib yang menegakkan bulu kuduk. Dari peraduannya, bulan purnama merayap naik tanpa suara.

Hantu malang itu lupa kalau hanya di siang hari ia bisa berubah rupa. Malam telah menanggalkan topengnya, dan sinar bulan menyinari wajah telanjangnya. Laki-laki kekasihnya sekonyong-konyong berteriak. Perempuan cantik yang dikenalnya telah berubah menjadi makhluk buruk rupa yang begitu mengerikan. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa takut laki-laki itu. Ia lari terbirit-birit meninggalkan hantu perempuan itu sendirian.

“Untunglah laki-laki itu berhasil menyelamatkan diri!” aku berseru sambil mendekap bantalku, takut bercampur lega.

“Kau belum tahu apa yang terjadi pada hantu perempuan,” sela ibuku.

“Pentingkah?”

“Hei! Dia tokoh utama kita!”

O, ya, ya, kuanggukkan kepalaku. Kita memang sering kehilangan fokus dengan meniadakan hal-hal yang kita anggap tak penting.

Kata ibuku, hantu perempuan itu terpukul sekali. Sebelum ia sempat mengungkapkan siapa dirinya, kekasihnya sudah lari menjauh. Sungguh-sungguh ia murka. Ia terbang dari rumah ke rumah, membuat gaduh, mengganggu ketenangan manusia. Bayi menangis kala merasakan kehadirannya dan para pemuka agama sibuk berkomat-kamit mengusirnya. Tetapi, suatu hari hantu itu sadar bahwa dengan merusak ia tetap tidak mampu mematikan rasa cintanya pada si pemburu. Ia ingat, kekasihnya tidak punya pakaian yang cukup selama perjalanan panjang itu. Tak ada selimut tebal yang akan melindunginya jika ia kedinginan di hutan. Hantu perempuan itu pun memilih sebuah tempat persembunyian yang gelap untuk membuat selimut bagi kekasihnya. Ya, di loteng rumah kami lah ia bekerja dengan alat pemintal selama beribu-ribu malam.

“Dan ia masih melakukannya sekarang?”

Pekerjaan itu, kata ibuku, tak pernah selesai. Karena si hantu perempuan tidak menggunakan benang untuk selimutnya. Ia memintal kegelapan.

Aku berhenti memikirkan si Pemintal Kegelapan ketika Ibu bercerai dengan Ayah. Sejak usiaku menginjak 13 tahun, aku tinggal berdua saja dengan Ibu. Ia masih bercerita, namun entah mengapa, ceritanya mulai terasa hambar. Perkiraanku, ibuku mulai bosan mendongeng. Matanya kosong. Ceritanya tidak berenergi. Tidak seperti ketika ayahku masih tinggal bersama kami, kini Ibu terlihat kelelahan karena sering pulang larut malam.

Ibuku berupaya membuat kehidupan kami tetap seperti semula. Ia tetap mengantarku sekolah, menyiapkan sarapan, meneleponku dari kantornya di siang hari, dan mencium pipiku sebelum tidur. Ia selalu bersikap manis, tapi seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, ia kehilangan greget. Ketika aku beranjak remaja, aku mulai jenuh dengan sepinya suasana rumah dan lebih suka pergi bersama teman-teman sekolahku. Frekuensi pertemuanku dengan Ibu pun semakin jarang, tapi ia tetap melakukan segalanya: mengantar sekolah, menyiapkan makanan, menelepon, mencium.

Ketika usiaku 16 tahun, Ibu mulai memiliki kekasih. Seorang laki-laki tinggi besar sering datang ke rumahku. Aku memanggilnya Om Ferry. Aku menyukainya karena ia selalu bercerita tentang petualangannya di luar negeri. Namun, beberapa bulan kemudian ada laki-laki lain. Om Riza. Setelah itu, laki-laki berbeda datang silih berganti hingga aku tidak bisa mengingat nama mereka semua. Seorang tetangga sempat bertanya saat aku menyiram bunga di pekarangan, “Yang mana yang akan jadi ayah barumu?” Terlalu banyak laki-laki yang singgah di rumah, dan ini menyebabkan timbulnya gosip-gosip yang memerahkan telinga.

“Sebetulnya apa kerja ibumu?” tanya Nina, anak tetangga di depan rumahku.

Aku mengangkat bahu. Ibuku membuat sarapan pagi dan mencium pipiku di malam hari. Haruskah aku tahu lebih banyak jika itu sudah cukup bagiku?

“Ibuku bilang ada yang disembunyikan ibumu,” kata Nina, setengah berbisik. “Apa ibumu benar-benar bisa menghidupimu hanya dengan bekerja di kantor?”

Gunjingan tetangga semakin ramai. Ibu dituduh memanfaatkan pacar-pacarnya dengan menguras saku mereka. Sebagian lagi meragukan kalau Ibu benar-benar berpacaran. Ada pula yang menyebar berita bahwa Ibu menggelapkan uang kantor. Inti dari semua tudingan itu adalah bahwa ibuku memiliki posisi yang membahayakan sebagai seorang janda. Semuanya berseliweran di kepalaku, namun tak satu hal pun yang berani kutanyakan pada Ibu.

Semakin bertambah usiaku, semakin kuyakin bahwa ibuku memang menyimpan sesuatu. Kusadari bahwa sejak lama ia sering bersikap aneh. Aku ingat pernah terbangun suatu malam ketika ayah dan ibuku bertengkar dan saling melempar kata-kata kasar yang tidak seharusnya terucap. Keesokan harinya, Ibu membuatkanku roti isi selai stroberi dan susu cokelat sambil bersenandung riang. Suaranya seindah kicau burung kenari.

Di hari Minggu, aku pernah mendengar Ibu memecahkan piring sambil berteriak di dapur. Menurut Ibu, kala mencuci, tangannya terlalu licin sehingga piring itu terlepas dari genggamannya. Menurutku tidak. Aku yakin ia sengaja memecahkannya. Tapi setelah itu Ibu langsung menutup kasus dengan mengajakku nonton bioskop.

Sesekali aku juga mendengar suara ganjil dari kamarnya. Suatu ketika, malam yang lengang dikejutkan oleh teriakan bercampur tangis penuh amarah. Aku keluar dari kamarku dan bergegas menghampiri kamar Ibu. Kuketuk kamarnya. Setelah sekian lama menunggu, barulah ia membuka pintu. Katanya aku telah mengganggu tidur lelapnya. Ia menuduhku berkhayal mendengar teriakan seseorang.

“Kau hanya bermimpi buruk,” tukasnya.

Padahal, aku yakin sekali suara Ibu-lah yang kudengar.

Kekasih-kekasih ibu sekaligus gosip panas yang menyertainya menghilang bersama waktu yang terkikis. Ibuku akhirnya pensiun dan giliranku membiayai hidup kami karena aku sudah bekerja. Kami sering pergi bersama di akhir pekan, tetapi aku tahu ada misteri dalam dirinya yang tidak pernah dapat kubongkar. Ia selalu menyimpan sesuatu, termasuk tentang penyakit yang ternyata sudah lama menggerogoti tubuhnya.

Ia mengidap kanker leher rahim. Ibuku pergi ke dokter diam-diam dengan uang tabungannya. Ketika aku mulai curiga, ia katakan bahwa masalahnya hanya kista yang baru tumbuh, bukan kanker ganas. Aku tidak tahu harus marah atau sedih. Kucoba untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Aku ingin membuatnya bahagia. Entah bagaimana caranya, karena kurasa aku tak pernah benar-benar mengenal Ibu.

Suatu hari ia berkata waktunya tak akan lama lagi. Tanpa mendengar protesku, ia menggandeng tanganku, “Aku ingin menunjukkanmu sesuatu.”

Ia mengajakku ke loteng. Ya, loteng yang dulu luar biasa menarik. Aku sudah melupakannya, seperti aku lupa wajah Ibu semasa ia menjadi tukang cerita nomor satu.

Begitu pintu terbuka setelah Ibu memutar kuncinya, aku melihat pemandangan yang cukup mengecewakan. Loteng itu berbau apek, penuh debu, dan sarang laba-laba. Di dalamnya ada satu set sofa kuno yang suram dan dimakan rayap. Gelap dan sesak, tapi tak ada harta karun atau ular raksasa.

Tanpa menghiraukan wajahku yang penuh keengganan, Ibu menuntunku menuju sebuah cermin. Ia berdiri tepat di depan cermin itu, lalu menunjuk bayangan di dalamnya.

Ia berujar pasti, “Lihatlah. Itulah Pemintal Kegelapan.”

Aku melongo, sama sekali tidak mengira Ibu mengatakannya. Pemintal Kegelapan hanya percikan masa kecil yang telah kubuang jauh dan kukira telah Ibu lupakan. Namun demi menghormati Ibu, kulihat sekilas pantulan di cermin itu. Bayangan Ibu. Tentu saja.

“Ayo, lihat sekali lagi!” desak Ibu.

Kutajamkan penglihatanku. Kubawa ingatanku pada masa-masa kami masih menikmati misteri loteng itu, mengucapkan selamat datang pada imajinasi liar tanpa batas dan malam-malam meringkuk di balik selimut. Tiba-tiba kusadari aku tengah merinding. Aku memang melihat Ibu. Ya, perempuan itu. Rambutnya terurai, wajahnya penuh guratan pedih, matanya nyalang seperti bola api yang menari-nari melumatkan siapa pun yang menatap. Hantu perempuan yang memendam cinta, rindu, sakit, nafsu, amarah-memintal gairah pekat tanpa henti, tanpa selesai.

Ibu telah jujur pada akhirnya. Tak ada misteri, tak ada teka-teki.

Ibuku Pelindung Kegelapan.

Minggu, 15 Desember 2013

KERANGKA KARANGAN

Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan. Kerangka karngan yang belum final di sebut outline sementara sedangkan kerangka karangan yang sudah tersusun rapid an lengkap di sebut outline final.

Sebelum membuat kerangka karangan perlu kita susun selangkah agar tujuan awal kita dalam menulis tidak hilang atau melebar di tengah jalan.karangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur.kerangka belum tentu sama dengan daftar isi,atau uraian per bab.Kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.

1. manfaat kerangka karangan

a.kerangka karangan akan mempermudah pengarang menuliskan karangannya,dan dapat mencegah pengarang mengolah suatu ide sampai 2 kali,serta mencegah pengarang keluar dari sasaran yang telah di tetapkan.

b.kerangka karangan akan membantu pengarang mengatur atau menempatkan klimaks yang berbeda-beda di dalam karangannya.

c.bila kerangka karangan telah tersusun rapi,berarti separuh karangan sudah “selesai” karena semua ide sudah dikumpul,dirinci dan diruntun dengan teratur.pengarang tinggal menyusun kalimat-kalimat saja untuk “membunyikan” ide dan gagasannya.

d.kerangka karangan merupakan miniatur dari keseluruhan karangan.melalui kerangka karangan ,pembaca dapat melihat intisari ide serta struktur suatu karangan.

2. macam dan bentuk kerangka karangan

Kerangka karangan ada dua macam:

~ kerangka topic

kerangka topic terdiri atas kata,frasa,atau klausa yang di dahului

tanda-tanda atau kode tertentu yang lazim untuk menyatakan hubungan antara gagasan. Tanda baca akhir (titik)tidak di perlukan karena tidak di pakainya kalimat lengkap. Dan biasanya kerangka topic sering di gunakan dalam praktik pemakaian.

~kerangka kalimat

Kerangka kalimat bersifat resmi, berupa kalimat lengkap. Pemakaian kalimat lengkap menunjukan diperlukannya pemikiranyang lebih luas dari padayang dituntut dalam kerangka topic.

3. fungsi kerangka karangan:

Fungsi utama kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan yang ada.Dan fungsi lain dari kerangka karangan sebagai berikut;

a. memudahkan pengelolaan susunan karangan agar teratur dan

sistematis.

b. memudahkan penulis dalam menguraikan setiap permasalahannya

c. membantu menyeleksi materi yang penting maupun yang tidak penting

4. Pola penyusunan kerangka karangan

POLA ALAMIAH

Disebut pola alamiah karena memakai pendekatan berdasarkan factor alamiah yang esensial. Pola alamiah mengikuti keadaan alam yang berdimensi ruang dan waktu.  Urutan unit-unit dalam kerangka pola alamiah dapat di bagi menjadi 2,yaitu;

A)                Urutan Ruang

Urutan ruang dipakai untuk mendeskripsikan suatu tempat atau ruang. Umpamanya kantor, gedung, lokasi/wilayah tertentu.

-Contoh bagian karangan yang memakai urutan ruang.

Topic : Laporan Lokasi Banjior di Indonesia

Banjir di Pulau Jawa
Banjir di Pulau Tengah
Daerah Semarang
Daerah Pekalongan
Banjir di Jawa Barat
Daerah Ciamis
Daerah Garut
Banjir di …
B)                 Urutan Waktu

Urutan waktu di pakai untuk menerasikan (menceritakan) suatu peristiwa/kejadian,baik yang berdiri sendiri maupun yang merupakan rangkaian peristiwa.

-contoh kerangka karangan yang memakai urutan waktu

Topic : Riwayat Hidup Rabindranath Tagore

Jatidiri Rabindranath Tagore
Pendidikan Rabindranath Tagore
Karier Rabindranath Tagore
Akhir Hidup Rabindranath Tagore
Berdasarkan kerangka di atas dapat dibuat karangan singkat yang terdiri atas satu alenia; dapat diperluas menjadi empat alinea; dapat diperluas lagi menjadi empat bab; bahkan menjadi satu buku. Begitulah pentingnya membuat kerangka karangan sebelum mengarang.

POLA LOGIS

Dinamakan pola logis karna memakai pendekatan berdasarkan jalan pikir atau cara pikir manusia  yang selalu mengamati sesuatu berdasarkan logika.

Adapun macam-macam urutan logis adalah klimaks-antiklimaks,sebab-akibat, pemecahan masalah, dan umum-khusus. Dan di bawah ini sebagai contoh:

Contoh  1. (urutan klimaks)

Topik : Kejatuhan Soeharto

I.    Praktik KKN marajalela

II.   Keresahaan di dalam Masyarakat

III.  Kerusuhan Sosial di Mana-mana

IV.  Tuntutan Reformasi Menggema

Kejatuhan yang Tragis
Contoh 2 (Urutan Sebab-Akibat)

topik : pemukiman Tanah Tinggi Terbakar

Kebakaran di Tanah Tinggi
Penyebab Kebakaran
Kerugian yang Diderita Masyarakat dan Pemerintah
Rencana Rehabilitas Fisik
Contoh 3 (Ururtan Pemecahan Masalah)

Topik : Bahasa Ecstasy dan Upaya Mengatasinya

Apakah Ecstasy
Bahaya Ecstasy
Pengaruh Ecstasy terhadap Syaraf Pemakainnya

Pengaruh Ecstasy terhadap Masyarakat

Gangguan Kesehatan Masyarakat

Gangguan Kriminalitas

Upaya Mengatasi Bahaya Ecstasy
Kesimpulan dan Saran
Contoh 4 (Urutan Umum-Khusus)

Topik : Komunikasi Lisan

I. Komunikasi dan Bahasa

A. Bahasa Lisan

B. Bahasa Tulis

II. Komunikasi Lisan dan Perangkatnya

A. Kemampuan Kebahasaan

1. Olah Vokal

2. Volume dan Nada Suara

B. Kemampuan Akting

1. Mimik Muka

2. Gerakan Anggota Tubuh

III. Praktik Komunikasi Lisan …

Dst.

5. tahapan dalam menyusun kerangka karangan:

a. mencatat gagasan.Alat yang mudah digunakan adalah pohon pikiran(diagram yang menjelaskan gagasan-gagasan yang timbul)

b. mengatur urutan gagasan.

c. memeriksa kembali yang telah diatur dalam bab dan sub bab.

d. membuat kerangka yang terperinci dan lengkap.

6. tujuan membuat kerangka karangan:

a. agar karangan tidak menyimpang dari tema yang di tentukan.

b. agar pokok pikiran-pokok pikiran tersusun secara urut dan rapi.

c. agar tidak ada pokok pikiran yang kontradiktif dalam karangan.


7. 3 bagian kerangka karangan dalam menulis

Pada dasarnya kerangka karangan terdiri dari bagian pembukaan,isi,dan penutup.pada bagian pembukaan,dirumuskan secara ringkas latar belakang pentingnya suatu tema dibahas.bagian isi memuat point-point pokok pikiran yang akan di tulis,sedangkan pada bagian penutup berisi kesimpulan dan atau saran-saran.

a. pendahuluan

Bagian pendahuluan adalah  bagian yang menjelaskan tema yang akan diterangkan pada karya tulis tersebut secara padat,jelas dan ringkas kepada para pembaca.

b. puncak/klimaks

bagian klimaks adalah bagian di mana konflik cerita yang terjadi di antara tokoh-tokoh muncul. Kejadian dalam konflik biasa bermacam-macam bentuknya mulai dari yang ringan sampai yang rumit,dari yang sekali hingga yang berkali-kali dan lain sebagainya

c. penyelesaian

bagian penyelesaian adalah bagian yang berisi jawaban penyelesaian dari konfla gaya bahasa yang menarikk dalam cerita. Kesimpulan akhir cerita bisa berakhir bahagia dan bias pula berpikir tragis.

Tambahan

-Membuat Kararangan Karya Sastra yang Baik :

a. jelas dan padat bahasanya serta gaya bahasa yang menarik

b. judul cerita yang menarik untuk menarik perhatian

c. judul dengan isi tulisan harus sesuai dan nyambung

8.    Mengembangkan kerangka karangan

Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya pada penguasaan terhadap materi yang hendak kita tulis, jika benar-benar memahami materi yang baik, permasalahan dapat diangkat dengan kreatif, mengalir dan nyata. Terbukti pula kekuatan bahan materi yang kita kumpulkan dalam menyediakan wawasan untuk mengembangkan karangan juga jangan sampai menumpuk dengan pokok permasalahan yang lain. Untuk itu pengembanganya harus sistematis, dan terarah. Alur pengembangan juga harus di susun secara teliti dan cermat. Semakin sistematis, logis dan relevan pada tema yang di tentukan, semakin berbobot pula tulisan yang dihasilkan.